Pekerjaan yang tak selaras dengan gelar sarjananya tidak membuat Ana, Niken, dan Mimit berhenti untuk berusaha membangun desanya, Poncosari. Pembakaran sampah yang banyak dilakukan masyarakat desa Poncosari membuat mereka memutuskan untuk terjun langsung mengedukasikan pengelolaan sampah yang benar.

            Pagi hari itu matahari belum terasa terik. Sekitar pukul 09.30 WIB akhirnya sampai di depo pilah sampah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mukti Lestari. BUMDes ini terletak di Desa Poncosari, Kabupaten Bantul dan masih sarat akan lahan pertanian di pinggir jalannya. Sesampainya di sana langsung terdengar sambutan dari tiga wanita dan satu pria yakni Ana, Niken, Aminah dan Yunawan. Kunjungan saat itu dibuka dengan penyampaian informasi umum mengenai BUMDes Mukti Lestari.

Ana dan Niken lah yang pada saat itu dengan semangat memberikan kami semua informasinya. Ya, keduanya memang begitu periang. Begitu menggebu-gebu ketika sedang membahas mengenai unit bidang usaha pilah sampah yang diberi nama Konco Pilah itu. Konco sendiri merupakan singkatan dari Konservasi Poncosari namun, dalam bahasa Jawa juga memiliki arti ‘teman’. Lebih menggebu lagi ketika Ana ditanyai perihal kesulitan yang dialami dalam merintis BUMDes Mukti Lestari tersebut.

            “Ya gitu susahnya mencari pegawai baru. Anak muda sekarang gak ada yang mau kerja di sini, mereka gengsi karena taunya ya cuma pilah sampah. Padahal kerja di sini juga ada kenaikan jenjang karirnya lho,” ucap Ana agak geram. Ana yang memiliki nama lengkap Riefkiana Saputri menjabat sebagai bendahara di BUMDes tersebut. Ana menjadi salah satu perintis BUMDes Mukti Lestari.

            Karena terinspirasi pesatnya perkembangan BUMDes di berbagai kecamatan di Bantul, Ana dan pemuda karang taruna lainnya mulai mengusahakan dibentuknya BUMDes Poncosari. Studi banding sana-sini rela ia lakukan demi membangun desanya. Pun diskusi-diskusi dengan karang taruna lain dilakukan hingga akhirnya wacana tersebut disetujui oleh lurah setempat dan ia dilantik menjadi bendahara.

Bagi Ana, menjadi bendahara di BUMDes Mukti Lestari tidak hanya membuat laporan keluar masuknya dana yang ada. “Karena saat ini masih minim pegawai dan baru unit usaha pilah sampah yang rutin berjalan maka kita harus ikut langsung memilah sampah,” ujarnya. Hal itu tentu tidak menjadi masalah besar bagi Ana yang ternyata lulusan sarjana Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan tahun 2015. Selain pesatnya perkembangan BUMDes lain, kebiasaan buruk warga di desanya juga menjadi alasan dibentuknya BUMDes Mukti Lestari terutama Konco Pilah.

Sejak sebelum terbentuknya BUMDes tersebut, Ana sudah mengeluhkan kebiasaan buruk masyarakat di desanya tersebut. Padahal, ia mengungkapkan bahwa asap hasil pembakaran sampah mengandung senyawa dioksin yang berdampak buruk bagi kesehatan karena dapat menaikkan resiko terkena kanker.

            Kini dengan adanya BUMDes Mukti Lestari tersebut, Ana merasa bisa membawa manfaat bagi warga di desanya. Sebelum Konco Pilah benar-benar dibuka untuk warga desanya, Ana harus melakukan sosialisasi mengenai usaha tersebut kepada masyarakat di desanya. Ia sangat senang dapat mengedukasi warga desanya karena hal itu, menurutnya, berarti secara perlahan telah ikut membangun desanya menjadi lebih baik.

            Tak kenal lelah ia menjelaskan informasi terkait pilah sampah. Ana bersama pegawai lain di BUMDes rutin mendatangi pertemuan di desanya seperti PKK dan Pengajian Malam Jumat. “Benar-benar sulit lho untuk merubah mindset masyarakat di desa ini mengenai pilah sampah,” ujar Ana dengan nada agak tinggi. Hal itu memang harus terus dilakukan agar warga desanya sadar bahaya membakar sampah dan segera beralih untuk memilahnya. Senada dengan Ana, Niken memberikan manfaat untuk desanya melalui pengetahuan yang pernah ia dapatkan di perkuliahan.

            Niken yang memiliki nama lengkap Niken Andriyani merupakan pribadi periang. Ia baru saja lulus dari jurusan S1 Manajemen Farmasi di Akademi Manajemen Administrasi (AMA) Yogyakarta pada Juli 2019 lalu. Saat ini ia menjabat sebagai sekretaris BUMDes Mukti Lestari.

            Sebelum mendaftarkan dirinya di BUMDes, ia benar-benar tidak tahu kalau bekerja di sana ternyata harus ikut serta juga dalam aktivitas pemilahan sampah. Ia mengira dirinya akan bekerja di kantor di bagian administratif. Meski begitu, Niken menerima hal itu dengan tangan terbuka dan menikmatinya. Menurutnya aktivitas yang saat ini ada di BUMDes Mukti Lestari terutama Konco Pilah menjadi langkah awal bagi para pegawai untuk menjadikan desanya, Poncosari, lebih baik lagi.

Di Konco Pilah, tak jarang juga Niken membagikan dan mengaplikasikan ilmu yang didapatnya ketika di perkuliahan. Mengenai pemilahan sampah medis suntikan misalnya, sebab di Poncosari memang terdapat praktek dokter hewan. “Aku senang di sini bisa memberi manfaat untuk orang lain dan memang aku suka berinteraksi dengan orang,” katanya. Selain Ana dan Niken, Mimit juga memiliki gelar sarjana yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaannya saat ini.

            Pendidikan kuliah S1 Hermitianta Prasetya Putra atau Mimit sapaannya, pun tidak ada kaitannya dengan aktivitas pemilahan sampah maupun pengolahan sampah. Direktur BUMDes Mukti Lestari itu merupakan lulusan sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada tahun 2004. Eksistensi Mimit di pekerjaan lamanya, yang menurutnya memberi dampak buruk bagi lingkungan, menjadi alasan mengapa ia akhirnya memutuskan untuk berkecimpung di BUMDes Mukti Lestari.

            Mimit merintis gerakan pilah sampah melalui Konco Pilah guna menjaga lingkungan agar tidak tercemar asap akibat aktivitas pembakaran sampah oleh warga desanya. Terkadang, untuk terus mengedukasi masyarakat desanya, Mimit ikut serta keliling rumah para pelanggan. Sambil menjemput sampah bersama dua pegawai lainnya, ia menjelaskan informasi terkait pemilahan sampah.

Selain memberikan manfaat bagi masyarakat di desanya, pihak lain pun dimudahkan dan terbantu dengan adanya Konco Pilah di BUMDes Mukti Lestari ini. “Setelah melakukan pilah sampah, kita menaruh sampah residu ke dalam sliri atau karung. Kata pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang menjemput sampah residu, hal itu mempermudah mereka dalam proses pengangkutan sampah dan waktunya jadi lebih singkat,” ungkap Ana sumringah.

Semua pegawai di BUMDes tersebut tidak memiliki begitu banyak pengetahuan mengenai pengelolaan dan pemilahan sampah. Semua belajar dari awal dengan melakukan studi banding ke BUMDes lain. Tidak selarasnya pendidikan terakhir mereka tidak membuat mereka berhenti bergerak untuk terus memberikan manfaat baik.

Membagikan ilmu baru mereka untuk mengedukasi masyarakat di desanya mengenai pemilahan sampah serta dampak buruk dari pengelolaan sampah yang salah. Mereka tetap bersemangat membangun desanya yang sekaligus menjadi upaya untuk menjaga lingkungan.